Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbud) Muhammad Nasir telah menyetujui pemberlakuan aturan yang mewajibkan mahasiswa pascasarjana untuk menyerahkan tesis pilihan. Pendapat di kalangan akademisi Universitas Bandung, khususnya para dekan, telah terbagi.
Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) Tri Hangnu Ahmad mengatakan, ada atau tidaknya tesis seharusnya tidak memengaruhi kemampuan mahasiswa. "Pada hakikatnya, keterampilan yang akan diperoleh mahasiswa akan tetap sama seperti sebelumnya, dengan landasan berpikir yang sama luasnya. Namun dengan kebijakan baru, tesis seharusnya tidak lagi menjadi disertasi. Masih banyak pilihan lain."
Di sisi lain, Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Forko mengatakan pembatalan tesis tersebut masih sekadar retorika. Oleh karena itu, perlu perdebatan panjang dan kajian mendalam untuk memahami rencana ini dan agar perguruan tinggi dapat mengadaptasinya.
Menurutnya, sebelum mengambil kebijakan untuk menghilangkan tesis-tesis tersebut, ada baiknya jika kita menganalisis konteks dan perkembangan negara lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbandingan dan penentuan kelayakan penerapannya di Indonesia berdasarkan keahlian dan pengalaman yang dimiliki di sana.
Ia mengatakan, masyarakat Indonesia harus terbuka terhadap dinamika dunia pendidikan. Jangan sampai hanya mengikuti tren yang ada, melupakannya, atau kurang menyadari implikasinya. Pada prinsipnya, mahasiswa atau lulusan dengan program kebijakan ini tidak hanya harus cerdas secara teoritis, tetapi juga mampu menulis.
Presiden Institut Teknologi Bandung (ITB) Kadarsah Suryadio punya reaksi berbeda terhadap keputusan mahasiswa yang membatalkan tesisnya.
"Tergantung kurikulumnya apakah mensyaratkan dokumen tertulis atau tidak. Menurut saya, surat tetap diperlukan sebagai alat komunikasi tertulis. Kami akan terus mengupayakan korespondensi untuk melatih siswa menguasai komunikasi tertulis maupun lisan," kata Kadarsa.
----
Sumber: ROL
----
Sumber: ROL
Posting Komentar