Mahasiswa program studi Pendidikan Vokasi MID (Manajemen Informasi dan Arsip) Universitas Indonesia menyelenggarakan acara di Desa Mayen untuk membantu anak-anak mengembangkan pemikiran sehat dan merasakan budaya Indonesia sejak usia dini.
Acara ini, yang diadakan untuk kedua kalinya, mempertemukan 150 anak-anak dari halaman Masjid Al-Furqan di Zona Teknis Kökçen, yang dapat bermain bersama.
"Acara berlangsung selama lima jam dan diikuti secara aktif oleh para pelajar dan masyarakat," kata Malini, salah seorang panitia, Minggu (30/11).
Devi Rahmawati, seorang spesialis hubungan budaya dan masyarakat di Universitas Illinois, menyambut baik inisiatif para mahasiswa tersebut, dan mengatakan Home Village dapat meningkatkan rentang perhatian anak-anak dan mencegah perilaku hiperaktif yang dapat menyebabkan kekerasan.
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia, jumlah kasus kekerasan terhadap anak meningkat 20 persen pada tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya.
"Salah satu alasannya adalah anak-anak semakin banyak menggunakan perangkat, yang menurut banyak ahli dapat meningkatkan agresivitas anak," kata Davy.
“Kita perlu mengenalkan kembali permainan tradisional yang banyak melibatkan aktivitas fisik di luar ruangan kepada anak-anak, sekaligus membangun jati diri baru anak Indonesia sebagai anak budaya,” jelas Dewi.
Ada banyak kegiatan termasuk mendongeng dan permainan tradisional seperti Kongklak, Jobek Sodor, Kucing dan Tikus, Ular dan Naga, Ingit-Ingit Simut, Acar dan Petak Chonguk.
Budaya Indonesia disajikan dengan jelas melalui video yang mudah dipahami. Malini menjelaskan bahwa permainan tradisional, khususnya, mengandung filosofi yang berbeda.
Misalnya, Kongklak mengajarkan berhitung, kesabaran, dan ketelitian, sementara Gobak Sodor menekankan kerja sama tim untuk mencapai tujuan.
.
.
.
.
Sumber: ROL
Posting Komentar